“ Dayat, loeh bego banged sih. Gini aja gak bisa..!” ucap temen sebangku ketika guwe tidak bisa menjawab soal matematika.
Sekolah bukan sekedar tempat kita menuntut ilmu, disana kita berlomba lomba bagaimana menjadi orang pintar dan mendapatkan nilai bagus. Sekolah juga terkadang tempat bagaimana menunjukan eksistensi diri. Berharap Guwe yang paling unggul atau guwe yang paling okeeh dalam hal pergaulan. Terkadang kita terdorong bagaimana caranya diterima di sebuah pertemanan. Dan semua menurut guwe, wajar sih. karena menjadi naluri manusia yang senang bergaul dan terkadang kompetitif dalam beberapa hal.
Guwe sendiri melihat setiap anak berbeda potensi atau kemampuan. Setiap anak juga memiliki karakter yang tidak seragam, bisa jadi dia mudah bergaul, rame orangnya tetapi ada juga anak yang sukanya menyendiri, tidak percaya diri. Ada anak yang pintar dan cepat dalam menangkap mata pelajaran dan ada juga anak yang gak bisa nangkap cepat ilmu pelajaran. Banyak faktor tentunya seorang anak yang mempengaruhi hal tersebut.
Jika anak itu pintar, mudah bergaul, cerdas, maka kita gak akan pusing dengan anak seperti ini. Tetapi kalau anak tersebut tertinggal secara kemampuan baik pelajaran dan pergaulan, inih yang repot.
Guwe sendiri pernah merasakan menjadi anak yang sangat terbelakang secara kemampuan pelajaran yang efeknya juga jadi tidak pandai bergaul. Merasakan menjadi orang yang gak bisa berfikir akan jawaban yang benar menjawab soal pelajaran. Merasakan menjadi orang yang memilik tulisan dokter, katanyaaaah, hahaha. Rangking ke 32 dari jumlah siswa 30, wkwkwkw. Merasa diri ini tak berharga, karena tidak ngerti dalam menangkap materi pelajaran. “dayat, loeh bego banged sih. Gini aja gak bisa..!” ucap temen sebangku guwe ketika guwe tidak bisa menjawab soal matematika. Hancur betul hati guwe saat itu, huft, saat itu guwe kelas 4 disalah satu SD Negeri di Cilincing. Dan ada yang parah lagi adalah ketika ada koreksi bersama dimana kita tuker tukeran hasil jawaban dari soal, gak ada yang mau periksa..huaaaa!, Itu karena tulisan guwe jelek banged dan yang kedua guwe siswa yang bodoh.
Guwe kira banyak sekali siswa siswa yang punya pengalaman yang tidak mengenakkan. Ada yang bisa bertahan dan ada juga yang gagal bertahan. Geraldy Tan, beliau penulis buku Pengabdi Netijen yang best seller. Beliau bercerita dibuku tersebut, bagaimana dirinya menjadi seorang yang sangat terpuruk dalam pertemanan dan juga kepercayaan diri.Tapi beliau mampu bertahan dan berkisah pengalamannya ketika masih kecil dan mampu bangkit dari keterpurukan dalam pergaulan.
Guwe sendiri mulai bangkit secara kemampuan menangkap mata pelajaran ketika guwe dilatih guru ngaji guwe, dengan cara menghafal ayat ayat suci Al Qur’an. Entah kenapa kok, guwe jadi agak lumayan otak guwe. Agar enceran gituh, kaya santen kentel dikasih air sebaskom, wkwkwk. Guwe mulai agak naik secara pelajaran dan pergaulan di mulai dikelas 5. Di SMP guwe sudah rangking 3 besar. SMA kembali ke titik “Nol” wkwkwkw.
Apakah guwe masih marah dengan kehidupan guwe yang dulu, jawabannya adalah Tidakkkk. Tapi yang guwe yakinin adalah Allah Swt memberikan ujian sesuai dengan kemampuan hambanya, sebagai bentuk tempaan bagi guwe, agar guwe kuat dalam berbagai tantangan kehidupan. Dan guwe gak akan menjadi bagian dari orang orang yang suka menganggap rendah seseorang dari kemampuan seseorang dalam hal hal yang tidak dia kuasai. Guwe yakin setiap manusia punya potensi yang berbeda beda. Dan guwe mengajarkan anak anak guwe, agar menjadi pribadi yang sholeh, kuat dan membantu orang lain. Tidak merendahkan orang lain , jika dia terdapat kekurangan.
Tumben yah, guwe ngomong nya lurus, udah kaya jalan toll , wkwkwkw.
Jakarta, 21 Desember 2023
Kong Mamat
The Marbots